Pengertian
Paradigma
Dalam bahasa sederhana paradigma
adalah cara pandang, pola pikir, cara berpikir. Sedangkan dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia (KBBI) Paradigma diartikan sebagai kerangka berpikir.
Paradigma mirip dengan kacamata yang Anda pakai. Dengan kacamata hitam, maka
semua obyek yang Anda lihat akan berwarna hitam. Dengan kacamata kuda, Anda
hanya bisa melihat obyek yang ada di depan Anda. Anda tidak akan bisa mengamati
wanita cantik yang ada di samping Anda, kecuali dengan menggeser pandangan
Anda. Paradigma akan mempengaruhi cara pandang Anda dalam melihat realitas dan
bagaimana cara Anda menyikapinya. Ilmuwan sosial Thomas S Kuhn, orang yang kali
pertama menggunakan konsep paradigma, melalui buku Sosiologi Ilmu
Berparadigma Ganda mengungkapkan paradigma bukan saja bersifat kognitif
tapi juga normatif. Paradigma bukan saja mempengaruhi cara berpikir kita
tentang realitas, tetapi juga mengatur cara mendekati dan bertindak atas
realitas.
Dalam sejarah perkembangan antropologi diwarnai oleh divegensi teori yang
semakin meningkat, dan pola tersebut nampaknya terus berlangsung. Tidak ada
kesepakatan tentang berapa jumlah paradigma dalam antropologi masa kini.
Berikut adalah beberapa contoh paradigma antropologi (Achmad fedyani 2005:
63-66)
1.
Evolusionisme klasik
paradigma
ini berupaya menelusuri perkembangan kebudayaan sejak yang paling awal, asal
usul primitif, hingga yang paling mutakhir, bentuk yang paling kompleks.
2.
Difusionisme
paradigma
ini berupaya menjelaskan kesamaan-kesamaan diantara berbagai kebudayaan.
Kesamaan tersebut terjadi karena adanya kontak-kontak kebudayaan.
3.
Partikularisme
paradigma
ini memusatkan perhatian pada pengumpulan data etnografi dan deskripsi mengenai
kebudayaan tertentu.
4.
Struktural-Fungsionalisme
paradigma
ini berasumsi bahwa komponen-komponen system sosial, seperti halnya
bagian-bagian tubuh suatu organism, berfungsi memelihara integritas dan
stabilitas keseluruhan sistem.
5.
Antropologi Pisikologi
mengekspresikan
dirinya ke dalam tiga hal besar : hubungan antara kebudayaan manusia dan
hakikat manusia, hubungan antara kebudayaan dan individu, dan hubungan antara
kebudayaan dan kepribadian khas masyarakat.
6.
Strukturalisme
adalah
strategi penelitian untuk mengungkapkan struktur pikiran manusia-yakni,
struktur dari poses pikiran manusia-yang oleh kaum strukturalis dipandang sama
secara lintas budaya.
7.
Materalisme Dialektik
paradigma
ini berupaya menjelaskan alas an-alasan terjadinya perubahan dan perkembangan
system sosial budaya.
8.
Cultural Materialisme
paradigma
ini berupaya menjelaskan sebab-sebab kesamaan dan perbedaan sosial budaya.
9.
Etnosains
paradigma
ini juga disebut “etnografi bau”. Perspektif teoritis mendasar dari paradigma tersebut
yang terkandung dalam konsep analisis kompensional, yang mengemukakan komponen
kategori-kategori kebudayaan dapat dianalisis dalam konteksnya sendiri untuk
melihat bagaimana kebudayaan menstrukturkan lapangan kognisi.
10.
Antropologi Simbolik
paradigma
ini dibangun atas dasar bahwa manusia adalah hewan pencai makna, dan berupaya
mengungkapkan cara-cara simbolik dimana manusia secara individual, dan
kelompok-kelompok kebudayaan dari manusia, memberikan makna kepada
kehidupannya.
11.
Sosiobilogi
Paradigma
ini berusaha menerapkan prinsip-prinsip evolusi biologi terhadap fenomena
sosial dan menggunakan pendekatan dan program genetika untuk meneliti banyak
prilaku kebudayaan.
Dalam paradigma Antropologi, dikenal
pendekatan hermeneutik untuk menganalisis suatu data, peneliti menempatkan
objek penelitian sebagai “teks” yang harus dibaca lalu ditafsirkan. Menafsirkan
berarti kita menerangkan (to clarify), memahami, memaknai objek yang diteliti.
Tafsir disini merupakan interpretasi yang diberikan oleh peneliti dimana dia
tidak hanya sekedar menerangkan, tetapi jauh menembus ke dalam ia mengupas dan
menguraikan makna yang tersirat di balik sebuah “teks” tadi. Makna yang
ditafsirkan harus sesuai dengan data yang terkumpul, sehingga mampu
menghasilkan pemaknaan yang logis dan masuk akal. Penelitian Antropologi
cenderung mengembangkan metode penelitian yang bersifat penelitian intensif dan
mendalam. Ia hanya mengkhususkan kepada suatu unsur tertentu saja dari objek
yang diteliti, dalam hal ini adalah masyarakat.
2.
Pengertian Kebudayaan
Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa
Sanskerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak
dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan
dengan budi dan akal manusia.
Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan
masyarakat. Melville J. Herskovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa
segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang
dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Istilah untuk pendapat itu adalah Cultural-Determinism.
Herskovits memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu
generasi ke generasi yang lain, yang kemudian disebut sebagai superorganic.
Menurut Andreas Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan
pengertian nilai sosial, norma sosial, ilmu pengetahuan serta keseluruhan
struktur-struktur sosial, religius, dan lain-lain, tambahan lagi segala
pernyataan intelektual dan artistik yang menjadi ciri khas suatu masyarakat. Menurut
Edward Burnett Tylor, kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di
dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat
istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota
masyarakat. Menurut Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, kebudayaan adalah
sarana hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat.
Dari berbagai definisi tersebut, dapat
diperoleh pengertian mengenai kebudayaan adalah sesuatu yang akan memengaruhi
tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam
pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat
abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan
oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda
yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup,
organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk
membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.
Ada
beberapa pendapat ahli yang mengemukakan mengenai komponen atau unsur
kebudayaan, antara lain sebagai berikut:
1. Melville J. Herskovits menyebutkan
kebudayaan memiliki 4 unsur pokok, yaitu:
a.
alat-alat
teknologi
b.
sistem
ekonomi
c.
keluarga
d.
kekuasaan
politik
2. Bronislaw Malinowski mengatakan ada
4 unsur pokok yang meliputi:
a. sistem norma sosial yang
memungkinkan kerja sama antara para anggota masyarakat untuk menyesuaikan diri
dengan alam sekelilingnya
b. organisasi ekonomi
c. alat-alat dan lembaga-lembaga atau
petugas-petugas untuk pendidikan (keluarga adalah lembaga pendidikan utama)
d. organisasi kekuatan (politik)
Wujud
Kebudayaan
Menurut J.J.
Hoenigman, wujud kebudayaan dibedakan menjadi tiga: gagasan, aktivitas,
dan artefak.
· Gagasan (Wujud ideal)
Wujud ideal kebudayaan
adalah kebudayaan yang berbentuk kumpulan ide-ide, gagasan, nilai-nilai,
norma-norma,
peraturan, dan sebagainya yang sifatnya abstrak;
tidak dapat diraba atau disentuh. Wujud kebudayaan ini terletak dalam
kepala-kepala atau di alam pemikiran warga
masyarakat. Jika masyarakat tersebut menyatakan gagasan mereka
itu dalam bentuk tulisan, maka lokasi dari kebudayaan ideal itu berada dalam
karangan dan buku-buku hasil karya para penulis warga masyarakat tersebut.
·
Aktivitas
(tindakan)
Aktivitas adalah wujud
kebudayaan sebagai suatu tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat itu.
Wujud ini sering pula disebut dengan sistem sosial. Sistem sosial ini
terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia yang saling berinteraksi,
mengadakan kontak, serta bergaul dengan manusia
lainnya menurut pola-pola tertentu yang berdasarkan adat tata kelakuan.
Sifatnya konkret,
terjadi dalam kehidupan sehari-hari, dan dapat diamati dan didokumentasikan.
·
Artefak
(karya)
Artefak adalah wujud
kebudayaan fisik
yang berupa hasil dari aktivitas, perbuatan, dan karya semua manusia dalam
masyarakat berupa benda-benda atau hal-hal yang dapat diraba, dilihat, dan
didokumentasikan. Sifatnya paling konkret di antara ketiga wujud kebudayaan.
Dalam kenyataan kehidupan bermasyarakat, antara wujud kebudayaan yang satu
tidak bisa dipisahkan dari wujud kebudayaan yang lain. Sebagai contoh: wujud
kebudayaan ideal mengatur dan memberi arah kepada tindakan (aktivitas) dan
karya (artefak) manusia.
0 comments:
Post a Comment