Wednesday 17 October 2012

Peninggalan Wangsa Sailendra pada masa Mataram Kuno

A.   Peninggalan Wangsa Sailendra pada masa Mataram Kuno Jawa Tengah

Pada masa Wangsa Sailendra banyak ditemukan peninggalan-peninggalan pada masa itu. Peninggalan tersebut misalnya prasasti, arca, candi dan banyak yang lainnya. Peninggalan Candi contohnya, candi Kalasan, Candi Sari, Candi Sewu, Candi Lumbung, Candi Bubrah, Candi Borobudur, Candi Mendut, Candi Pawon, Candi Plaosan Lor, Candi Ngawen, Candi Sudjiwan dan Ratu Balaka.
·      Candi Kalasan
Candi Kalasan merupakan peninggalan dari Wangsa Sailendra yang terletak 50 meter di sebelah selatan Jalan Yogyakarta-Solo, tepatnya di Kalibening, Desa Tirtomartani, Kecamatan Kalasan, Kabupaten Sleman, Yogyakarta. Candi Kalasan dibangun untuk Dewi Tara. “”candi ini sekarang kosong. Tetapi menilik singgasana serta biliknya maka arca Tara yang dahulu bertakhta di sini tentu besar sekali, dan sangat mungkin terbuat dari perunggu” (Soekmono, 1988: 43). Arca tersebut diperkirakan terbuat dari perunggu karena jika terbuat dari batu, tidak mungkin semudah itu arca yang sebasar itu hilang begitu saja. Menurut Prijohutomo (1953: 78) menyimpulkan “Dewi Tara adalah seorang Bodhisattwa perempuan di dalam agama Buddha Mahayana”.
Pada awalnya pada Candi Kalasan hanya ditemukan bangunan tersebut, tetapi setelah ada penelitian dan digali lebih dalam maka ditemukan banyak bangunan-bangunan pendukung dari candi Kalasan yang ada di sekitar wilayah tersebut. Menurut Prijohutomo (1953: 78) menyimpulkan “Candi Kalasan indah sekali pahatan hiasannya. Banaspati yang terdapat di atas pintu candi itu sendiri dari ikal-ikal dan daun-daunan, di atas terdapat hiasan yang mirip puncak atap candi, dengan dua orang widyadara terbang di dekatnya”. Tubuh Candi Kalasan berbentuk bujur sangkar dengan beberapa penampilan yang menjorok keluar di tengah sisinya.
Candi yang ada pada sekarang bukanlah bentuk Candi Kalasan yang asli, karena bagian dari candi tersebut terdapat bagian candi yang lebih tua dari bagian yang lainnya. Hal tersebut juga adalah dampak dari proses par emboitement yaitu usaha untuk memperbaiki dan memperindah candi.

·      Candi Sari
Candi Sari merupakan candi yang beraliran Buddha, candi berada tidak jauh dari Candi Kalasan, yaitu di sebelah timur laut tepatnya ada di Dusun Bendan, Desa Tirtomartani, Kecamatan Kalasan Kabupaten Sleman, Yogyakarta. “Candi Sari itu suatu bangunan yang berloteng. Bagian bawahnya terdiri dari tiga kamar, yang dindingnya mempunyai relung untuk arca-arca Dewa yang kini telah hilang. Menurut suatu pendapat, loteng itu tempat diam para bhiksu. Tetapi dari pihak lain ada suatu kebenaran ialah diam di atas arca Dewa itu tidak tidak sopan. Jadi loteng itu mugkin suatu perpustakaan atau tempat penyimpan benda-benda yang suci” (Prijohutomo, 1953: 78).
Candi Sari memiliki keterkaitan antara Candi Kalasan, hal tersebut dapat dibuktikan bahwa dua candi tersebut di dirikan pada abad yang sama yaitu pada abad ke-8 M. “Dinding luar pahatan-pahatan Widyadari yang berdiri dalam sikap yang menarik. Langgamnya masih berdasarkan langgam Gupta, yang di India berkembang di Mathura, Elloradan Ajanta” (Prijohutomo, 1953: 78-79).
·      Candi Sewu
Candi Sewu merupakan candi Buddha berdiri pada abad ke-8 Masehi di akhir masa pemerintahan Rakai Panangkaran. Rakai Panangkaran merupakan raja yang termahsyur dari kerajaan Mataram Kuno. Candi ini hanya berjarak delapan ratus meter di sebelah utara Candi Prambanan. Candi Sewu merupakan komplek candi Buddha yang terbesar kedua setelah Candi Borobudur di Jawa Tengah. Usia Candi Sewu itu lebih tua dari pada Candi Prambanan. Meskipun di aslinya terdapat 249 candi, oleh masyarakat sekitar candi tersebut diberi nama Candi "Sewu" yang berarti "seribu" dalam bahasa Jawa.
“menurut Dr. de Casparis, prasasti plaosan yang banyak menyebut arca Buddha dan menyinggung cikal bakal Dinasti Sailendra, mungkin sekali berasal dari Candi Sewu. memang candi Sewu itu penuh dengan Arca. Pada cadi induk saja yang mempunyai bagan yang lebih luas susunannya dari pada Kalasan. Terdapat 50 buah arca Buddha, terhitung yang terdapat di bilik induk dan di dalam bilik-bilik yang mengelilinginya. Ditambah 250 buah dari candi-candi kecil, menjadi 300 buah” (Prijohutomo, 1953: 79). Dalam bentuk candi yang begitu luas, tidak mungkin didirikan oleh seorang raja saja, para bangsawan juga turut dalam pembangunan candi tersebut.
·      Candi Lumbung dan Candi Bubrah
Candi Lumbung juga merupakan candi Buddha yang terletak di dalam kompleks Candi Prambanan, sekitar 300 meter ke utara dari Candi Prambanan, yaitu di sebelah candi Bubrah. Menurut perkiraan, candi ini dibangun pada abad ke-9 pada zaman Kerajaan Mataram Kuno. Candi ini disebut Candi Lumbung oleh Masyarakat karena candi tersebut mirip dengan Lumbung padi. Menurut Prijohutomo (1953: 80) menyimpulkan “Kompleks Candi ini terdiri dari sebuah candi Induk yang dikelilingi 16 candi kecil dalam suatu segi empat”.
Candi Bubrah “merupakan satu-satunya candi yang terletak di depan Gapura” (Prijohutomo, 1953: 80). Candi ini disebut Bubrah karena saat ditemukannya, candi ini dalam keadaan rusak. Bubrah dalam bahasa Jawa adalah Rusak. Candi Bubrah berukuran 12 m x 12 m, terbuat dari batu andesit, dan sisa reruntuhan candi hanya setinggi sekitar 2 meter saja. Candi sama dengan Candi Lumbung yaitu juga termasuk candi Buddha, berdirinya juga pada abad ke-9 pada masa Kerajaan Mataram Kuno.
·      Candi Borobudur, Mendut, dan Pawon
Menurut Prijohutomo (1953: 80) menyimpulkan “Ketiga candi ini mempunyai hubungan satu sama lainnya dan terletak pada suatu garis yang lurus. Mendut dan Pawon merupakan voontempels Candi Borobudur”. Candi Pawon berada pada 1,5 km ke arah barat dari Candi Mendut dan ke arah timur dari Candi Borobudur, Candi Pawon juga merupakan sebuah candi Budha. Relief yang ada pada candi di Pawon merupakan permulaan dari relief dari Candi Borobudur.
Candi ini berada di atas teras dan tangga yang agak lebar. Semua bagian-bagiannya dihiasi dengan stupa. “menurut Dr. de Casparis tadinya terdapat arca Bodhisatwa Wajrapani, sedangkan menurut seorang sarjana lain terdapat Kuwera, Dewa Kekayaan” (Prijohutomo, 1953: 80).
Candi Mendut merupakan sebuah candi berlatar belakang agama Buddha sama dengan candi yang sebelumnya. Candi ini terletak di desa Mendut, kecamatan Mungkid, Kota Mungkid, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, beberapa kilometer dari candi Borobudur. Candi Mendut terletak 3 km ke arah timur dari Candi Borobudur, berdiri pada tahun 824 Masehi oleh Raja Indera dari wangsa Syailendra. Menurut Prijohutomo (1953: 80) menyimpulkan “Di Mendut terdapat  arca Cakyamuni yaitu Buddha sendiri yang diapit kedua Bodhisatwanya Awolokitecwara dan Wajrapani. Ketiga arca ini termasuk hasil yang terindah dari kesenian Sailendra. Disini nampak wajah dan tubuh yang diidealiseer cantiknya dan proporsinya, yaitu perbandingan ukuran badan dapat dikatakan sempurna. Suatu tandingan bagi arca Buddha ini terdapat di Candi Banon, ialah arca Siwa, Wishnu, Brahma, dan Siwauru”.
Pada saat akan memasuki bilik depan, tetapi sebelum masuk ke dalam bilik dalam, Menurut Prijohutomo (1953: 81) menyimpulkan “dinding kiri terpahat sebagai relief Haritini seorang Dewi dengan anak-anaknya sebagai pelambang kesuburan dan di sebelah kanan suaminya, Dewa Kekayaan. Kini kedua wujud yan menunjukkan ke arah kesuburan itu masih dikenal orang di Bali dengan nama pan dan Men Brajut”.
Candi Borobudur adalah candi yang sangat terkenal di dunia. Candi Borobudur merupakan kompleks candi terbesar yang ada di Dunia. Candi Borobudur merupakan candi Buddha yang terletak di Borobudur, Magelang, Jawa Tengah, Indonesia. Candi Borobudur terdapat 100 km di sebelah barat daya Semarang dan 40 km di sebelah barat laut Yogyakarta. Candi berbentuk stupa ini didirikan oleh para penganut agama Buddha Mahayana sekitar tahun 800-an Masehi pada masa pemerintahan Wangsa Syailendra.
Pada candi ini kaya akan seni arca dan pahat. “Bila di Menduk Sakyamuni itu nampak, maka di Candi Borobudur kehidupan Buddha ini dipahatkan dalam bentuk cerita yang bernama Lalitawistar. Tetapi yang dipahatkan pada dinding candi Borobudur tersebut bukan saja mengenai kehidupan Buddha dalam penjelmaannya yang historis, tetapi juga dalam penjelmaan sebelumnya sebagai manusia atau hewan, cerita demikian biasa dinamakan Jataka dan Awadana, termasuk juga Jatakamala” (Prijohutomo, 1953: 81).
Candi Borobudur merupakan gambaran dari alam semesta. Menurut Prijohutomo (1953: 81) menyimpulkan “Borobudur dapat dianggap sebagai mahkota di atas pekerjaan Dinasti Sailendra, karena stupa ini bukan hanya indah karena relief-reliefnya yang kalau disambungkan ada beberapa kilometer panjangnya, tetapi juga karena banyaknya pahatan arca Buddha, dalam sikap duduk”. Di dalam Candi Borobudur itu sendiri tidak ada satupun Buddha sendiri yang nampak sebagai arca, melainkan hanya di dalam Lalitawistara saja, sedangkan arca-arca yang lain seperti Dhyanibuddha dan Manusibuddha nampak, dan semua arca itu dibagi menurut sistemnya.
Candi Borobudur memiliki suatu sistem yang membaginya, sistem tersebut yaitu. Pertama, Kamadatu menurut Prijohutomo (1953: 82) menyimpulkan “Kamadhatu, yang terdapat di  bagian yang paling bawah yang terbawah yang kini tertutup oleh dinding sehingga relief-reliefnya tidak nampak Terdapat lukisan-lukisan pahat tentang cerita-cerita mengenai hubungan antara sebab dan akibat. Rangkaian ini namanya Kharmawibhanga. Misalnya kalau orang membunuh hewan, ia sendiri akan dilahirkan sebagai hewan di dalam penghidupan yang akan datang. Nampak juga adegan-adegan di neraka, orang jahat direbus di dalam sebuah panci. Disini orang masih terikat pada kama (nafsu)”. Karena dari pembahasan di atas lah mengapa bagian tersebut dinamakan Kamadhatu.
Bagian selanjutnya adalah merupakan bagian di atasnya yaitu Rupadhatu, di bagian ini terdapat cerita dari Buddha dan Bodhisattwanya. Misalanya adalah cerita Jatakamala, Lalitawistara, dan Gadawyuha. Dimana di situ masih terikat dalam Rupa (Bentuk).
Bagian yang terpenting dan tersuci dari Candi Borobudur adalah bagian Arupadatu, pada bagian ini terdapat arca Buddha yang terkurung, sedangkan bagian lainnya juga Buddha nampak ada dalam relung. Menurut Prijohutomo (1953: 82) menyimpulkan “disitu orang tak lagi terikat kepada rupa (bentuk), orang telah bebas dari keinginan duniawi dan sedia masuk ke Nirwana”. Candi Borobudur merupakan candi yang dimana isi atau makna di dalamnya menceritakan tentang kehidupan duniawi.
·      Candi Plaosan Lor dan Kidul
Kedua candi ini merupakan candi Induk yang dikelilingi oleh candi-candi kecil. Kedua candi ini mirip dengan Candi Sari yaitu candi ini juga berloteng dan mempunyai dua kamar. menurut Prijohutomo (1953: 84) menyimpulkan “Kompleks candi ini tersusun seperti Candi Sari karena tulisan-tulisan singkat yang berbunyi Anumoda Cri Kehulunan dan Dharma Cri Maharaja, tetapi juga karena terdapatnya beberapa potret dalam pahatan dari pemberi hadiah. Nampaknya raja dan permaisurinya dengan para pengikutnya.
·      Candi Ngawen dan Sudjiwan
Dua buah candi ini juga berasal dari masa Wangsa Sailendra. Seperti yang lainnya, candi ini juga kaya akan keindahan seninya terutama hiasan dindingnya. menurut Prijohutomo (1953: 84) menyimpulkan “Dinding Sadjiwan Jataka juga. Memang cerita-cerita hewan itu sangat populer di zaman Sailendra”.
·      Ratu Baka
Ratu Baka merupakan suatu kompleks yang sampai kini masih dalam penyelidikan . Mendapat dongeng Ratu baka adalah tempat keraton dari Raja Baka. menurut Prijohutomo (1953: 84) menyimpulkan “disamping arca-arca yang bersifat Buddha ada pula yang bersifat Siwa. Maka kompleks ini rupa-rupanya bukan keraton, melainkan suatu kompleks kuil pula yang dahulu dibangun disitu”.

0 comments:

Post a Comment